Kamis, 09 Oktober 2008

Gubernur Heryawan Tolak 200 Parcel Iedul Fitri

Meski tidak ada larangan pejabat menerima parcel, Heryawan memilih menolaknya untuk menghindari konflik kepentingan atau ewuh pakewuh di kemudian hari. Ia bahkan mulai membangun budaya baru dimana pejabat memberikan bingkisan lebaran kepada rakyatnya.

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menolak sedikitnya 200 paket parcel yang dikirim berbagai kalangan ke Gedung Pakuan. Dalam keterangannya, Heryawan mengatakan penolakan tersebut dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya unsur suap (riswah) melalui pemberian parcel terkait jabatannya sebagai Gubernur.

Meski tidak ada larangan pejabat menerima parcel, Heryawan memilih menolaknya untuk menghindari konflik kepentingan atau ewuh pakewuh di kemudian hari. Ia bahkan mulai membangun budaya baru dimana pejabat memberikan bingkisan lebaran kepada rakyatnya.

Sementara itu Ajudan Gubernur, Ade mengatakan, biasanya di masa lalu setiap Lebaran ataupun hari ulang tahun Gubernur, sedikitnya 250 parcel di kirim ke Gedung Pakuan. Parcel yang dikirim pun sangat beragam mulai dari makanan, pakaian, hingga barang-barang elektronik, dan benda-benda antik. Kebijakan Gubernur Heryawan untuk menjaga jarak dengan pihak kepentingan tertentu seperti halnya pengusaha membuat mereka ragu untuk mengirim parcel.

Seperti diakui Heryawan, sejak menjabat sebagai Gubernur Ia tidak pernah bertemu dengan pengusaha kecuali dalam acara formal. Pertemuan informal dihindari karena seringkali dimanfaatkan sebagai ajang loby atau alat mencari legitimasi pengakuan kedekatan pengusaha dengan Gubernur.

"Saya tidak memiliki beban apapun dalam mengambil kebijakan, karena saya tidak terkait hal-hal semacam suap apalagi korupsi," ujar Heryawan.

Secara terpisah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar mengakui sebetulnya tidak ada larangan pejabat menerima parcel. Menurut Antasari terkait parcel untuk pejabat, KPK sendiri hanya menyampaikan himbauan agar pejabat menghindari parcel dan sebaiknya justeru pejabat memberikan pacel untuk rakyat atau bawahannya.

Namun demikian, jika ada pejabat yang menerima parcel dan pemberian tersebut terindikasi suap, gratifikasi atau terkait erat dengan jabatan yang disandangnya, si pejabat harus melapor ke KPK. Laporan selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima pemberian tersebut.

"Inisiatif memang datangnya dari pejabat yang bersangkutan. Namun harus diingat, KPK tidak tidur, kami terus mengawasi gerak-gerik pejabat," ujar Antasari.
[setia lesmana]

Pengirim: Ningsih Update: 08/10/2008 Oleh: Ningsih

Tidak ada komentar: